Sabtu, 26 Desember 2009

Sampah Hilang, Peluang Datang

------------------------------------------------------------------
Lewat usaha keras, akhirnya mimpi menciptakan lingkungan yang hijau terwujud. Selain bersih, sampah pun diolah menjadi produk yang bisa menghasilkan uang.

Mimpi menghijaukan lingkungan akhirnya menjadi kenyataan. "Padahal, awalnya hanya mimpi, lho," kata kata Hj. Niniek Nuryanto (46), Ketua Pengurus PKK RW 03 Rawajati, Pancoran, Jaksel. Setelah melalui beberapa proses, akhirnya dibuatlah 3 program. Program pertama penghijauan, program berikutnya penanganan sampah, disusul program pemberdayaan masyarakat menuju masyarakat yang produktif. "Masyarakat ternyata antusias. Saya mulai dari pengurus PKK dulu yang dihijaukan supaya jadi contoh. Semua rumah pengurus RW dan PKK di sini hijau semua. Dari situ warga kemudian melihat," kata Niniek.

Setelah pengurus berhasil, baru kemudian gerakan se-RW dimulai tahun 2003. "Bulan pertama warga diharapkan menanam 7 pot dulu, swadaya murni. Sementara untuk fasilitas umum seperti lapangan dan lahan kosong ditanami teh-tehan. Pokoknya yang murah meriah, soalnya kita belum pounya dana. Meski berat, tapi akhirnya berhasil," lanjut Niniek.

Setelah 7 pot sukses, kemudian naik menjadi 10 pot, dan bulan berikutnya 30 pot. "Meski banyak pro-kontra, tapi akhirnya berhasil juga. Saya yakin, setelah mereka mencintai tanaman dan merasakan keindahannya, pasti mereka akan berbuat apa saja untuk bertanam, termasuk pengadaan media tanaman," kata Niniek.

Nah, di sinilah program kedua mulai jalan, yaitu penanganan sampah. Salah satunya membuat kompos untuk keperluan sendiri. "Kami dibantu penuh pihak Kelurahan dan Kecamatan. Contohnya, Dinas Pertanian membantu memberi pelatihan kompos, cara membuat media tanam, dan sebagainya." Setelah itu, semuanya berjalan lancar. Warga pun mulai membuat kompos.

Soepardi, Ketua Kelompok Penangkar Swadaya (KPS) RW 03 Rawajati, yang bertanggungjawab mengelola kompos dan tanaman obat, menyebut sekitar 30 persen rumah tangga di sana membuat kompos sendiri. "Yang tidak sempat membuat, sampahnya dibawa ke sini," kata Soepardi yang juga membina pemulung untuk mengelola sampah.

"Di sini tidak ada pemulung yang mengorek-ngorek sampah. Lagipula, kalau sampah sudah dipisah kan, mudah," lanjutnya. Pensiunan anggota TNI-AD ini kemudian membeli kompos dari warga dengan harga Rp 4000 per kantung. "Saya jual Rp 5000. Sehari rata-rata bisa menghasilkan 80-100 kantong," lanjut pria 70 tahun yang juga ahli tanaman obat. "Total, di RW 03 ini ada sekitar 300 jenis tanaman obat yang kami kembangkan. "Kami punya kafe jamu. Nah, semua produk tanaman obat kami dijual di sana," tambah Soepardi.

PRODUK DAUR ULANG
Menurut Niniek, sampah di RW 03 Rawajati, yang ditetapkan sebagai Kampung Agrowisata tahun 2005, ditangani dengan 3 pembagian, yakni sampah anorganik, sampah organik dan sampah B3 (barang beracun dan berbahaya). "Ini pertama kali di Indonesia, lho. Kami menjadi pilot project DKI untuk penanganan B3. Kami punya bak sampah khusus B3 di setiap RT," kata Niniek.

Sampah-sampah anorganik kemudian didaur ulang menjadi beragam produk kerajinan, sementara sampah organik diolah menjadi kompos. Sampah-sampah anorganik yang diolah antara lain plastik bekas pembungkus sabun refill. Yang kedua kertas dan koran. "Untuk koran bekas, kita tidak hanya memanfaatkannya, tapi menaikkan harga jualnya. Kalau dijual ke tukang loak per kilo cuma Rp 1000, kita buat koran bekas itu menjadi kerajinan yang harga jualnya antara Rp 30 ribu sampai ratusan ribu," kata Niniek. "Padahal, modalnya enggak sampai Rp 5000 per item produk." Aneka produk dari koran itu antara lain kotak tisu, hantaran cantik, dan sebagainya. Botol plastik bekas minuman bersoda dibuat menjadi kap lampu, kaleng bekas minuman soft drink kami buat menjadi tempat pansil.

Harga produk-produk tersebut beragam. Misalnya hantaran cantik dari kardus bekas sepatu dijual seharga Rp 35 ribu, kap lampu Rp 80 ribu, tempat tisu Rp 45 ribu. Sampah plastik bekas bungkus minyak goreng, sabun cuci, dan sebagainya dicuci dan dijadikan tas belanja cantik dengan harga bervariasi antara Rp 30 ribu sampai ratusan ribu.

Sampah anorganik lain seperti sterofoam diubah menjadi pot dan batako. "Kain perca kami buat menjadi bed cover, taplak meja, atau sarung bantal." Barang-barang tadi dibuat oleh para warga sendiri. Misalnya dengan melibatkan ibu-ibu pensiunan."Hasilnya nanti buat mereka juga. Kami hanya membantu memfasilitasi penjualan. Misalnya diikutkan pameran atau dititipkan di pos PKK." Barang-barang tersebut biasanya sangat laku pada saat ada kunjungan ke RW 03 Rawajati.

Semua warga memang sudah memilah sendiri sampah mereka. "Kami berharap, sampah yang harus keluar dari RW ke TPS hanya sampah anorganik yang benar-benar tidak terpakai, atau sampah organik yang tidak bisa dikomposkan atau terlalu lama (kulit durian, batang pohon). Sementara sampah B3 sudah ada tempatnya. Kami berharap, sampah organik bisa habis di RT masing-masing, entah untuk kompos, dimasukkan biopori, atau daur ulang lain. Kalau nggak bisa bikin, langsung dibawa ke Pak Soepardi."

KUE UNGGULAN
Setelah program kedua sukses, program berikutnya pun mulai berjalan, yaitu pemberdayaan masyarakat. "Karena kami sudah punya banyak tanaman, selanjutnya kita arahkan supaya setiap RT punya satu jenis tanaman unggulan. Artinya, setiap warga RT harus memiliki tanaman tersebut sebagai identitas RT," jelas Niniek. Dengan begitu, warga akan tahu bagaimana cara menanam sekaligus membudidayakan tanaman tersebut. "Sekarang sudah ada satu RT yang sukses membudidayakan tanaman unggulan mahkota dewa menjadi aneka produk, seperti dikemas dalam botol, jamu, kapsul, dan sebagainya. Malah sudah dikenal sampai luar negri," tambah Niniek.

Selain tanaman unggulan, RW o3 juga punya kue unggulan di tiap-tiap RT. "Kue ini kami jual ke pengunjung yang datang ke RW 03. Hasilnya kami kembalikan ke warga RT." Setelah menjadi Kampung Agrowisata, memang banyak pengunjung yang datang ke RW o3 Rawajati, entah sekadar melihat-lihat atau meminta pelatihan membuat kompos. "Nah, mereka yang datang ke sini tidak boleh membawa makanan. Selain bikin sampah, juga untuk menghidupkan perekonomian kami. Jadi, setiap ada tamu, mereka bisa beli kue unggulan tadi seharga Rp 7500, sementara untuk makan siang seharga Rp 17.500," kata Niniek seraya menyebut, hingga Juni 2008 jumlah pengunjung yang datang ke Kampung Agrowisata Rw 03 mencapai 231 ribu orang.
Hasto Prianggoro

Sumber: http://default.tabloidnova.com/article.php?name=/kampung-agrowisata-rw-03-rawajati-sampah-hilang-peluang-datang&channel=news&print=1
------------------------------------------------------------------
Artikel Terkait:
Dluwang Art: Mengangkat Derajat Koran Bekas
Sepatu dari Koran Bekas
Berbagai Produk dari Koran Bekas
------------------------------------------------------------------

Tidak ada komentar:

Posting Komentar